Bersegama dengan imaji magis, terbesit pemikiran khayal terbalut senja. kerentaan menyambut malam dengan sedikit ketukan senyum senja bawa kedamaian penyejuk pemeluk kegelapan.
Sepoi angin sapa keberadaanku di tempat ini, hanya sebuah senyum kecil aku balas sapaan itu, "sanggupkan sapaanmu itu aku rasa, sedangkan disini yang aku tunggu adalah badai" dan sang angin tersenyum lemah dan berlalu bersama kumpulan2 angin lainnya.
Gontai aku berjalan menyusuri jalan takdir, bersenandung kecil diantara ganasnya malam dan kesombongan bangunan2 megah tak berpenghuni. apa seperti ini gambaran sebuah mimpi??, ahh sepertinya bukan, tapi hanya sebuah gambaran morgana kenyamanan ikuti hati makin aku telusuri malam yang sunyi. terlihat sekilas wajah bengis anak2 jalanan yang sering terkucil dari kemapanan, padahal kebengisan itu hanya topeng kerentaan mereka karena hinaan yang tak berhenti.
Bersandar pada emperan toko yang sedang istirahat karena seharian dipenuhi dengan kerakusan materi. hanya kopi dan rokok yang jadi penawar pikiran. teringat sebuah benda kuno yang ada tapi tak pernah di anggap. sebuah lentera usang berdebu yang makin tergilas dengan kemodernan teknologi. nyala api lentera ini masih sangat layak untuk diperjuangkan, hanya sedikit gangguan oleh terpaan sepoinya angin malam yang masih berusaha untuk menyapa. lentera tak berkaca ini butuh pelindung untuk tetap bertahan hidup, sama seperti manusia
0 komentar:
Post a Comment